Minggu, 30 Oktober 2011

Forever Friends


enggak terasa udda hampir 2 tahun pindah ke kost baru yang kemudian namanya disebut dengan B-Cost... Disini aku menemukan teman-teman yang baek-baek banged (sebenarnya sih juga temen dari kost lama....ohoo..).. semoga persahabatan ini enggak hanya sekedar persahabatan KEDONDONG...luarnya bagus tapi dalemnya NJRAWUT-NJRAWUT...huuuu...huuuuu........soalnya kan ada tuh orang yang kayak gitu..aku sih OGAH banged yiaaa............

Cerpen Part 3


CINTA, SAHABAT DAN LUKA
By: ESTI KHOIRUN NISA
Aku berlari secepat yang aku mampu, menyusuri jalan setapak yang aku tidak tahu akan sampai dimana dan bagaimana keadaannya. Aku tidak peduli, dengan apapun. Aku hanya ingin pergi jauh. Ingin lari dari kenyataan. Biarlah mereka mengatakan aku manusia yang picik dan pecundang. Kita tinggal di Negara  yang demokratis, bebas mengungkapkan pendapat. Jadi biarlah. Toh tidak akan berguna aku memberikan penjelasan apapun pada mereka, yang tidak akan pernah peduli dengan perasaanku. Ah! Apakah mereka yang berpikiran picik? Menilai segala sesuatu secara subjektif. Apakah itu adil? Sangat tidak demokratis. Biarlah. Aku saja yang menghilang untuk melindungi yang lainnya. Walau tidak ada yang mengerti pengorbananku, biarlah!
            Peluh bercucuran di dahiku. Menambah keletihan yang aku rasakan. Aku merasa sudah tidak sanggup lagi untuk berlari. Langkahku terhenti. Akan tetapi tiba-tiba sebuah sedan meluncur di hadapanku dengan kecepatan yang sangat tinggi . . . Braakkkk….!!!!!!
            “ Ahh…!!!!! ” Aku terbangun dari tidurku. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Ketakutan itu kembali muncul di benakku. Merasuki seluruh sumsum tulang di tubuhku. Aku kembali membaringkan tubuhku di ranjang. Saat ini adalah saat terberat dalam hidupku. Aku menyesal telah menjadi seperti ini. Aku kehilangan diriku yang dulu. Diriku yang tidak pernah lemah hanya karena cinta. Yang tidak pernah putus asa meski telah kalah dalam bercinta. Bahkan kini aku tidak mengenal siapa diriku. Yang telah hancur berkeping-keping. Mungkin ini memang pantas aku dapatkan untuk membalas semua kesalahanku.
            “ Eh, aku dengar ada gossip baru ya.. “ Kata Tita sore itu.
            “ Gosip apa sih? Apa? Ayo cerita.. “ Sahut Riri sang Ratu Gosip sambil merengek-rengek di hadapan Tita. Sementara yang lain menunggu dengan tenang apa yang akan dikatakan oleh Tita selanjutnya.
            “ Iya, iya. Ini juga mau cerita kok. Sabar dunk Ri. “ kata Tita. “ Begini. Kemarin aku lihat Ida pulang dari kampus diboncengin sama Aris lho…” lanjut Tita. Anak-anak yang mendengarnya menjadi histeris. “ Sepertinya mereka sudah jadian. Tapi aku juga belum tahu pastinya, soalnya Ida belum cerita. “ Kata Tita lagi.
            “ Bagaimana kalau kita tanya langsung saja ke Ida? Biar kita tidak penasaran lagi dan tidak berpikiran yang tidak-tidak. “ Usul Fany dan yang lainnya pun menyetujuinya.
            “ Sepertinya ada yang aneh. “ Kata Riri. Dia mengerutkan keningnya tanda bahwa dia sedang berpikir keras. Padahal tidak biasanya dia seperti itu. Hidupnya penuh dengan tawa. Jarang sekali dia mempunyai beban yang membuat pikirannya terperas. Hehe…
            “ Ada apa lagi sih? “ Sahut Dina. Dina adalah sangat berkebalikan dengan Riri. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang tidak seorangpun dari kami yang mengerti tentang hal itu.
“ Sebentar aku absent dulu ya. “ sahut Riri. “ Tita, Fany, Dina, Indah dan aku. Seperti kita kehilangan satu orang selain Ida. “ Lanjut Riri lagi. “ Aha!! Dimana si Sara? Dari tadi tidak terlihat. Jangan-jangan sedang kencan? “
            Kami adalah tujuh sahabat yang bisa dibilang sangat kompak. Kami saling menyayangi. Saling menjaga. Bukan berarti bahwa tidak pernah terjadi suatu konflik di antara kami. Itu adalah salah besar. Kami tidak akan pernah tahu bagaimana indahnya persahabatan sebelum mengalami berbagai macam cobaan. Pernah suatu ketika di saat terjadi kesalahpahaman antara Riri dan  Indah, keharmonisan kami menjadi amat sangat terganggu. Semuanya berubah menjadi dingin. Tidak ada sapaan ceria, tidak ada canda tawa, semuanya hambar. Namun, kami merasa inilah saat dimana kedewasaan kami masing-masing dituntut. Bagaimana kami bisa mengatasi segala sesuatunya dengan kepala dingin, dengan penuh lapang dada.
            “ Tadi aku lihat dia sedang tidur siang di kamar. Apa perlu aku bangunkan dulu? “ jawab Fany.
            “ Jangan. Sepertinya tidak perlu. Nanti saja kita ceritakan padanya. Bagaimana? Apa mau diinterogasi sekarang? “ Sahut Dina si professor muda kami.
            “ Siaaaap…..!!!!!!! “ Sahut semuanya serempak.
            Aku menggerakkan kepalaku. Rasanya pening sekali sehingga terpaksa aku harus kembali terbaring di ruangan serba putih ini. Air mataku kembali meleleh setelah sekian lama membeku. Aku benci harus menangisi hal ini. Seharusnya dari awal aku mengetahui kalau Aris memang bukan untukku. Tetapi mengapa aku begitu bodoh dan membiarkannya masuk di kehidupanku dan menghancurkan aku seperti ini. Aku ingin meminta maaf sampai mereka bisa mmaafkanku. Tetapi sepertinya semua itu adalah harapan kosong belaka.
            “ Sara!! Sara!! “ Seseorang memanggil namaku.
            “ Iya? Memanggil saya? “ Tanyaku pada seorang lelaki yang wajahnya terlihat asing bagiku. Aku lihat dia juga memakai seragam yang sama denganku. Berarti dia juga menempuh studinya di tempat yang sama denganku.
            “ Iya. Memangnya siapa lagi yang namanya aku panggil selain kamu? Tidak ada orang lain kan di sini? “ Jawabnya sambil tersenyum lucu.
            Aku menengok ke sekelilingku. Memang benar di sini hanya ada aku. Dan dia juga tentunya. “ Suka baca buku juga? “ Tanyanya padaku seolah aku bukan orang asing lagi baginya.
            “ Iya. “ Jawabku singkat tanpa melihat ke arahnya. “ Kamu tahu tempat ini? “ Lajutku sambil melihat ke arahnya. Setahuku, sangat jarang mahasiswa datang ke bilik rak buku bagian ini, paling-paling pengunjungnya adalah para senior yang akan menempuh skripsi. Dia tersenyum padaku. Sorot matanya aneh, dan dia tidak seperti lelaki lainnya di kampus ini. “ Ada yang lucu? “ Tanyaku heran.
            “ Iya. Kamu lucu sekali. “ Jawabnya. Dia masih tersenyum sementara akau mengernyitkan dahiku. Kemudian aku kembali sibuk dengan buku-bukuku. Mungkin orang ini hanyalah orang iseng saja.
            “ Ini kan perpustakaan. Siapapun boleh datang kemari. Dan tempat ini, tempat saat ini kita berdiri adalah bagian dari perpustakaan, jadi aku kira tidak akan sulit menemukannya. “ Katanya dengan nada yang santai. Aku masih sibuk dengan buku-bukuku sementara dia terus mengoceh. “ Ngomong-ngomong, kenapa kamu sering ke sini? Aku lihat setiap hari kamu selalu ke sini. Kenapa tidak mencari buku di rak sebelah saja, atau dimana gitu? “ Tanyanya lagi.
            “ Oh, jadi selama ini kamu suka mengikuti dan mengamatiku ya? “ Sahutku sambil melihat ke arahnya. Aku berkacak pinggang.
            “ Peace… Aku tidak sengaja kok. Soalnya kamu pengunjung perpustakaan paling aneh sih. “ Dia tersenyum menggodaku.
            “ Aneh? Kok bisa? “ Aku bertanya tidak mengerti.
            Dia mendekatkan wajahnya ke arahku kemudian berkata dengan amat pelan, “ Karena aku tertarik sama kamu. “ Dia tersenyum kemudian melenggang pergi dengan begitu santainya. Sementara aku menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya dan tidak mengerti.
            “ Dasar aneh!! “ Hanya itu yang mampu aku ucapkan.
            “ Sara, udah dapat bukunya belum? “ Tanya Riri dari rak sebelah.
            “ Sudah kok. Yuk. “ Aku melangkah pergi meninggalkan rak itu dengan penuh tanda tanya. Mungkin orang tadi sedang mengalami gangguan kejiwaan, pikirku. Kemudian aku tersenyum-senyum sendiri.
            “ Kamu kenapa Sar? Kok tersenyum-senyum gitu? “
            “ Ah tidak kok. “
            Pertemuan selanjutnya terjadi saat aku dan teman-temanku sedang berbelanja di sebuah swalayan. Kebetulan kami sedang tidak bergerombol, dan di saat itulah lelaki itu muncul kembali. “ Hai Sara. “ Sapanya sambil tersenyum manis. Aku hanya membalasnya denga tatapan dingin saja. Benar-benar orang yang aneh menurutku. Mungkinkah semua lelaki seperti ini ketika mereka sedang mendekati seorang wanita? Aku tidak tahu karena jujur saja aku belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun selain dengan keluargaku. Sangat aneh memang bagi seorang gadis seusiaku. Tetapi aku sama sekali tidak peduli. Aku hanya merasa belum ada orang yang benar-benar cocok denganku. Aku tidak ingin memaksakan diri untuk berhubungan dengan orang yang menurutku tidak sesuai dengan kriteriaku, dann inilah yang membuatku mengapa sampai 18 tahun aku belum pernah merasakan pacaran.
            “ Belanja ya? Mau aku temenin? “ Tanyanya padaku. Pikirku dia pasti hanya ingin berbasa-basi saja denganku. Dengan bermaksud ingin membuatnya menjadi serba salah, aku menganggukkan kepalaku tanda aku mengiyakan pertanyaannya.
            “ Sip! aku pastikan kegiatan belanjamu kali ini akan menyenangkan.” Katanya terdengar begitu bahagia. Huh! Ternyata jebakanku tidak mempan padanya. Dengan dongkol aku membiarkannya mengikutiku. Sungguh menyebalkan.
            Begitulah orang itu. Selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Namun, saat teman-temanku sedang bersamaku, dia tidak mau mengusikku. “ Ayo aku kenalkan dengan teman-temanku. “ Kataku siang itu saat aku sedang berada di perpustakaan.
            “ Ah jangan. Aku takutnya nanti teman-temanku pada jatuh cinta sama aku. Kan repot. Padahal kan aku sukanya sama kamu. “ Katanya dengan nada menggoda.
            “ Apaan sih! “ Sahutku acuh tak acuh.
            “ Beneran kok. Kali ini aku tidak bercanda sama sekali. Aku suka sama kamu. Kamu mau tidak menjadi kekasihku? “ Lanjutnya dengan nada serius kali ini. Dia menatapku dalam. Jujur saja aku bisa merasakan kalau dia memang sungguh-sungguh dengan ucapannya. Pendekatan yang dia lakukan pun tidak hanya sehari dua hari saja, melainkan hampir sebulan. Aku menjadi bingung harus mengatakan apa. Ah! Bahkan namanya sajapun aku belum tahu sampai saat ini, padahal dia sudah tahu banyak tentangku. Sejenak aku merasa tidak enak kepadanya.
            Tok.. Tok.. Tok.. Seseorang membuka pintu ruanganku. Kemudian terlihat sosok wanita yang mengenakan seragam serba putih tersenyum manis padaku dan menghampiriku.
            “ Bagaimana keadaannya mbak? Sudah baikan? “ Tanyanya ramah. Aku hanya tersenyum sambil mengangguk lemah.
            “ Baik, saya periksa tekanan darahnya dulu ya mbak. “ Suster itu menyiapkan peralatan yang telah dibawanya. Kemudian memasangkannya di lenganku. Setelah itu dia tersenyum padaku dan mulai menggerayangi perutku dengan alat-alat yang ada di tangannya.
            “ Kandungannya baik-baik saja mbak. Jangan terlalu banyak berpikir dulu ya, karena nanti bisa mempengaruhi pertumbuhan janin di alam kandungan. “ Kata suster itu lagi dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Kemudian setelah membereskan peralatannya dia pergi meninggalkan ruanganku lagi.
            “ Yang benar saja Sar kamu sudah jadian dengan lelaki itu? “ Tanya Fany dengan mata terbelalak. Yang lainnya pun ikut-ikutan mengerubungiku dengan mata yang melotot dan membuatku menjadi takut dengan tingkah mereka. “ Tapi namanya saja kamu tidak tahu masa kamu sudah mengiyakan untuk menjadi kekasihnya? “ Lanjut Fany. Benar juga kata Fany. Bagaimana bisa aku mengiyakan untuk menjadi kekasihnya yang namanya saja aku tidak tahu. Aku tersenyum malu.
            “ Besok kalau bertemu dengannya pasti aku tanyakan siapa namanya. “ Sahutku dengan senyuman yang lugu.
            “ Ngomong-ngomong, siapa sih lelaki itu Sar? Kok tidak pernah kamu kenalkan pada kita? Kita kan juga ingin tahu siapa lelaki beruntung yang mampu meruntuhkan status lajangmu selama 18 tahun ini. “ kata Ida ekspresi yang lucu.
            “ Iya. Pasti nanti aku akan membawanya pada kalian. “ Jawabku dengan mantab.
            Pagi ini begitu cerah. Semoga ini adalah pertanda baik untukku. Dengan wajah yang begitu sumringah aku menuju ke perpustakaan tempatku dan kekasihku biasa bertemu. Dan benar saja, aku menemukannya di sana. Aku menghampirinya dan dia menyambutku dengan senyumnya yang begitu menawan.
            “ Jalan yuk Sayang? “ Katanya padaku.
            “ Mau pergi kemana? Kam sudah tidak ada kuliah lagi? “ Kataku balik bertanya.
            “ Tidak ada kok. Yuk! “ Kemudian kami pergi berboncengan dengan motor ninjanya yang tidak kalah kerennya dengan si empunya.
            “ Tahu tidak kenapa aku suka sama kamu? “ Tanyanya memulai pembicaraan kali ini. Suasana di pantai begitu menyejukkan jiwa. Anginnya berhembus menerpa wajahku. Aku menatapnya dalam-dalam. Diam-diam selama ini sebenarnya dari awal berjumpa dengnnya aku sudah merasakan perasaan yang aneh padanya. Kemudian aku menggelengkan kepalaku.
            Dia tersenyum kemudian berkata, “ Aku bermimpi bertemu denganmu di perpustakaan. Aku merasa bahwa gadis dalam mimpiku ini pastilah jodohku. Kemudian aku membuktikannya, dan ternyata aku benar-benar bertemu denganmu. Sulit dipercaya memang. Tetapi itulah yang aku alami. “ Dia berhenti sejenak dan menatapku dalam-dalam. Kami tenggelam dalm tatapan masing-masing. Hingga akhirnya dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sangat dekat hingga bibirnya mulai menyentuh bibirku. Begitu lembut. Dan kamipun tenggelam dalam melodi percintaan yang kemudian membuatku menyesal seumur hidup.
            “ Aaaaahhhh!!!!! “ Aku terbangun dari tidurku. Mimpi buruk itu kembali membayangiku. Aku menangis. Menangis sejadi-jadinya. Akulah orang yang paling hina saat ini. Pernah aku mencoba untuk membunuh diriku sendiri, namun takdir berkata lain. Aku harus terbaring di rumah sakit lemah tak berdaya dengan kondisi tulang kakiku yang kini patah. Kini aku hanya sendiri, tanpa sahabat-sahabat yang dulu selalu bersamaku. Mungkin inilah jalan hidup yang harus aku jalani. Seorang diri.

            “ Wah yang baru saja selesai kencan. Bagaimana? “ Tanya Dina begitu aku sampai di rumah kontrakan.
            “ Bagaimana apa Din?” Jawabku sedikit kurang bersemangat. Selanjutnya aku tidak lagi memperhatikannya. Aku melenggang ke kamarku. Aku menangis tersedu-sedu menyesali yang telah terjadi padaku. “ Kalau kamu kenapa-kenapa aku akan bertanggungjawab Sayang. Aku sayang kamu. Kamu percaya padaku kan? “ Katanya sore tadi. Aku hanya menggangguk dengan air mata yang membasahi pipiku.
            “ Sara…. Kamu dimana? “ Teriak Riri memanggilku dengan suaranya yang sangat nyaring memekakkan telinga. “ Ayo sini, mau dikenalkan sama pacarnya Ida. Cepat ya. “  Dengan malas aku mengusap air mataku dan merapikan bajuku. Aku menuju ke ruang dimana mereka sedang berkumpul. Aku melihat ke sekeliling. Mereka begitu bahagia.
            Namun. Ya Tuhan! Tatapan mata itu aku begitu mengenalnya. Dia mengapa ada di sini? Aku semakin mendekat ke arah mereka, dengan perasaan yang campur aduk. Tatapannya tidak sedetikpun lepas dariku. Apakah ini? Ataukah teman-temanku ingin memberikn suatu kejutan kepadaku dengan mendatangkan kekasihku kemari? Aku tidak tahu. “ Sara kamu lama sekali. Ini aku mau mengenalkanmu pada Aris. Dia kekasihku. “ Kata Ida dengan mata berbinar-binar. Seketika itu juga rasanya bagaikan ada halilintar yang menyambar hatiku. Namanya Aris? Kekasih Ida? Apa maksud dari semua ini? Bermimpikah aku? Oh tidak! Sayangnya aku tidak bermimpi.
            Tok.. Tok.. Tok..  “ Masuk saja. “ Kataku. Kemudian aku memalingkan pandanganku ke arah pintu yang dibuka. Aku tersentak kaget. Pasti aku sedang bermimpi lagi. Aku mencubit tanganku. Ah sakit!
            “ Sara. Maafkan kami. “ Ida berkata padaku dengan suara yang lirih. Matanya berkaca-kaca. Aku melihat Riri, Fany, Dina dan Indah juga terlihat dalam keadaan yang sama. Kemudian aku menebarkan pandanganku ke setiap penjuru ruangan. Dan aku menemukannya. Aris.
            “ Seharusnya aku tidak bersikap seperti itu padamu Sar. Ini bukan salahmu. Aku yang jahat karena membiarkanmu pergi dengan keadaanmu yang seperti ini. Tidak sepantasnya kami membencimu. Bukan salahmu. “ Ida menitikkan air mata diikuti yang lainnya. Mereka semua mendekat kepadaku dan memegang tanganku, menggenggamnya erat. “ Kami mendapatkan kabar bahwa kamu sedang berada di sini dalam keadaan….. hamil dan patah tulang kaki. “ Lanjut Ida dengan suara yang amat lirih. Aku menitikkan air mata. Tidak sanggup berkata apa-apa. “ Aris. Milikilah Sara. Aku sudah tidak berhak lagi padamu. Seharusnya aku tahu kalau kamu lebih mencintai Sara. Tetapi aku memaksa tidak mau berpisah denganmu. “ Kata Ida lagi. Kemudian Aris melangkah mendekat kepadaku. Sahabat-sahabatku memberikan tempat padanya. Dia menggenggam erat tanganku. Menitikkan air mata. Kemudian mencium keningku.
            “ Tetapi aku cacat Aris. Aku tidak memaksamu untuk bertanggungjawab padaku. Aku sudah mengikhlaskanmu dengan Ida. Kembalilah pada Ida. “ Kataku sambil menangis tersedu-sedu.
            “ Tetapi aku lebih menyayangimu Sara. Tegakah kau membiarkanku sengsara tanpamu? “ kata Aris. “ Aku mencintaimu dan aku ingin kamu menjadi milikku selamanya.” Aku menangis lagi. Namun kali ini adalah tangis bahagia. “ Aku juga mencintaimu dan aku mau menjadi milikmu selamanya. “
TAMAT